BERBAGI News – DR. Syehk Muhammad Yusuf Al-Qardhawy, seorang ulama dan penulis Islam terkemuka di dunia, menulis buku yang judul aslinya dalam bahasa Arab adalah “Musykilatul Faqri wa-kaifa ‘aalajahal Islaam” yang diterjamahkan Umar Fanany ke dalam bahasa Indonesia “Problem Kemiskinan, Apa Konsep Islam?”
Bila kita baca buku ini, memang cukup mengundang perhatian, karena masalahnya menyentuh dunia kehidupan yang dialami semua insan. Benar, kemelaratan dan kemiskinan itu adalah persoalan yang sudah tua, setua usia manusia itu sendiri, namun kini masih tetap menjadi persoalan.
Bahkan menjadi tantangan, baik di negara-negara yang sudah maju, lebih-lebih di negara yang sedang berkembang. Termasuk negara Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Setiap negara dan bangsa, yang menjunjung azas-azas prikemanusiaan, tentu tidak akan membiarkan kemelaratan dan kemiskinan merajalela. Karena ia merupakan musuh besar bagi pembangunan bangsa dan negara, bahkan kalau tidak segera diatasi, ia akan meruntuhkan sendi-sendi moral dan akhlak bangsa, yang berarti habislah riwayat bangsa itu.
Berbagai usaha dan pemikiran telah dikemukakan oleh para ahli, untuk mengusir dan menghacurkan musuh yang sangat berbahaya itu (kemelaratan dan kemiskinan) namun usaha itu akhirnya selalu menemui kegagalan.
Dr. Syehk Muhammad Yusuf Al-Qardhawy, yang telah berusaha keras menggali dari sumber-sumber ajaran Islam, tentang resep untuk mengatasi problem kemiskinan dan kemelaratan ini, guna disumbangkan kepada dunia, khususnya dunia Islam. Sebagai resep yang perlu untuk dikaji dan diperhatikan, selanjutnya untuk diamalkan.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEMISKINAN
- Bahaya Kemiskinan Terhadap Aqidah.
Tidak diragukan lagi, bahwa kemiskinan adalah merupakan bahaya besar terhadap kepercayaan Agama, khususnya kemiskinan yang sangat parah, yang berada di hadapan mata orang-orang kaya yang egoistis.
Sangat mengkhawatirkan lagi, kalau orang-orang miskin itu tidak menentu pencahariannya, sedangkan fihak orang-orang yang kaya sama sekali tidak mau mengulurkan bantuannya. Inilah bahaya kegoncangan akidah yang ditimbulkan oleh kemiskinan dan kemelaratan.
- Bahaya Kemiskinan Terhadap Etika dan Moral.
Bila kemiskinan merupakan bahaya bagi Agama dalam segi akidah dan kepercayaan, maka tidak sedikit pula bahayanya terhadap segi etika dan moral.
Banyak orang miskin lebih- lebih yang hidup di tengah-tengah orang kaya-kekecewaan dan keputus-asaan mereka mendorong untuk bertindak dengan tindakan-tindakan yang tidak bisa dibenarkan oleh budi luhur dan akhlak mulia.
Oleh karena itu kita sering mendengar suatu semboyan yang berbunyi: “Rintihan perut lebih hebat daripada rintihan hati nurani.” Dan akan lebih berbahaya lagi, apabila frustasi dan kekecewaan mereka sudah tidak bisa dikuasai lagi, maka akan timbul suatu sikap masa bodoh terhadap nilai-nilai etika dan pada gilirannya akan menjurus kepada mengabaikan nilai-nilai Agama.
- Bahaya Kemiskinan Terhadap Fikiran Manusia.
Bencana dan bahaya kemiskinan tidak terbatas mengancam kepada jiwa dan budi saja, melainkan juga akan mengganggu dan mempengaruhi fikiran seseorang.
Betapa tidak? Seseorang yang tidak sanggup mentupi kebutuhan hidupnya, keluarganya dan anak-anaknya, bagaimanania dapat berfikir cermat?
Lebih-lebih, kalau tetangga yang ada di kanan kirinya, mendemontrasikan barang-barang serba lux di rumah-rumah mereka, dan penuh berbagai perhiasan emas di alamar-almarinya!
- Bahaya Kemiskinan Terhadap Rumah Tangga.
Dalam kelangsungan berumah tangga, tekanan kemiskinan sering kali memutuskan ikatan perkawinan antara suami dan istri, karena kesulitan dan ketidak mampuan suami untuk memberikan nafkah istri dan anak-anaknya.
Dalam hubungan anggota rumah tangga, sering kali kita jumpai bahwa kemiskinan mengotori kejernihan udara rumah tangga bahkan kadang-kadang merobek-robek jalinan kasih sayang antara mereka.
- Bahaya Kemiskinan Terhadap Masyarakat dan Ketenteramannya.
Apabila kemiskinan itu terjadi karena ketidak adilan distribusi antara mereka; terjadinya perampasan hak antara sebagian terhadap sebagian yang lain; dan adanya kemewahan golongan minoritas karena meng-eksploitir golongan mayoritas.
Maka pada saat itu, kemiskinan akan menggoncangkan ketenteraman masyarakat, menimbulkan fitnah dan mengacaukan keamanan. Runtuhlah sendi-sendi mahabbah (rasa cinta) dan solidaritas antara sesama anggota masyarakat.
Jadi selama di dalam kehidupan masyarakat masih terdapat perbedaan sosial yang menyolok: gubuk-gubuk kecil bersampingan dengan gedung-gedung mewah, lantai-lantai tanah berhadapan dengan lantai-lantai permadani dan flat-flat yang menjulang tinggi, rintihan dan ratapan si miskin merindukan sesuap nasi di tengah-tengah kekayaan yang berlimpah ruah dan makanan yang serba lezat, kesemuanya ini akan mengundang timbulnya gejolak dada yang penuh dengki dan benci, yang akan meluas membakar semua jiwa, melanda golongan yang lemah dan miskin.
Dan dari sinilah runtuhnya sendi-sendi kehidupan masyarakat adalah pangkal karena membiarkan kemiskinan, kemelaratan, kepapaan.
Menurut pandangan Dr. Muhammad Yusuf Al-Qardhawy paling tidak ada tiga pokok yang mendasar sebagai solusi atau jalan-jalan Islam untuk mengatasi bahaya-bahaya kemiskinan tersebut di atas di antaranya adalah sebagai berikut:
- Jalan Pertama: Bekerja.
Bekerja, adalah senjata utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok dalam mencapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia.
- Jalan Kedua: Zakat.
Benar-benar Islam tidak akan bersikap dingin membiarkan nasib mereka terlantar. Sesungguhnya Allah Swt telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu yang berada di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu Zakat. Dan sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang fakir miskin.
- Jalan Ketiga: Keharusan memenuhi hak-hak selain zakat.
Jalan ini, berpangkal kepada kesediaan masyarakat Islam, di mana mereka mempunyai tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan fakir mis kin. Baik merupakan sumbangan wajib, maupun yang dilakukan karena terpanggil mengharap pahala di sisi Allah Swt.
KESIMPULAN
Dengan harapan mudah-mudahan dengan membaca tulisan ini dapat menambah kesadaran dan kemajuan. Mereka yang tergolong dhu’afa, fuqara dan masakin, menjadi tergugah hatinya dan terbuka fikirannya.
Sehingga bergairah untuk bekerja dan berusaha guna meningkatkan taraf hidupnya kepada kehidupan yang layak dan lebih sempurna.
Sedangkan mereka tergolong kaum aghniya’ (orang-orang yang mampu serta berkuasa), menjadi bertambah sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam kehidupan sosial dan bergotong royong. Wallahu a’lam bish showab.
Referensi:
Dr. Syehk Muhammad Yusuf Qardhawy, Problema Kemiskinan Apa Konsep Islam, Bina Ilmu, Surabaya, 1982.