“Do’a adalah memberi manfaat terhadap apa yang terjadi maupun belum terjadi. Maka hendaklah kalian berdo’a, wahai hamba-hamba Allah.” (HR. Al-Hakim).
BERBAGI News – SAYIDINA Sa’ad bin Abi Waqash bercerita, pada suatu ketika beliau melewati Sayidina Utsman bin Affan di Masjid Nabawi dan mengucapkan salam kepadanya. Kedua mata Utsman menatap Sa’ad tetapi Utsman tidak menjawab salam.
Sa’ad melapor kepada Khalifah Umar atas kejadian yang mengherankannya ini. Umar memanggil Utsman dan bertanya kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk menjawab salam saudaramu?”
Utsman mengatakan, “Aku tidak mendengar dia mengucapkan salam kepadaku “Sa’ad: “Iya! (aku mengucapkan salam kepadamu!)”. Kemudian Utsman teringat dan berkata;
“Ya, aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, kamu lewat di depanku dan ketika aku sedang memikirkan suatu doa dari Rasulullah Saw. Tidak, demi Allah, aku sama sekali tidak mengingatnya karena penglihatan dan hati sedang tertutup.”
Sa’ad hadir di majelis tersebut bersama Utsman, memang Rasulullah Saw, belum sempat mengajarkan doa, keburu datang tamu dan sibuk dengannya sampai Nabi Saw meninggalkan para sahabat dan berjalan pulang ke rumah.
Sa’ad segera menyusul Nabi Saw, dan menanyakan doa yang belum sempat disampaikannya. Nabi Saw menjawab, “Oh, iya, itu doa Dzun Nun (Nabi Yunus Alaihis Salam) ketika ia berada di dalam perut seekor ikan paus, La ila ha illa anta subhanaka innii kuntu minazzalimin (tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat zalim).
Ulama mengatakan, “Sesunguhnya setiap orang Muslim yang berdo’a dengan do’a tersebut dalam suatu permasalahan maka pasti do’anya akan dikabulkan.”
Kisah di atas berasal dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Syehk Ahmad Syakir mengatakan sanadnya sahih. Masya Allah, kisah yang berkesan sekali dan mengandung banyak pelajaran. Diantaranya:
Pertama, salam merupakan salah satu sarana untuk mempererat persaudaraan di jalan Allah Swt.
Kedua, ketika terjadi salah paham, hendaknya segera diselesaikan dengan baik.
Ketiga, hendaknya kita tidak menghukumi niat saudara kita dengan niat yang buruk. Menghukumi niat amal diri sendiri saja tidak mudah, apalagi menghukumi niat orang lain.
Keempat, sahabat radhiallahu anhum adalah manusia biasa yang bisa lupa atau khilaf. Utsman Radhiallahu Anhu setelah ingat bahwa beliau tidak menjawab salam Sa’ad maka beliau segera beristighfar dan bertaubat.
Kelima, kisah di atas mengajarkan kita untuk memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu dan mengajarkan kebersihan hati.
Keenam, hendaklah kita sibuk dengan hal yang menambah iman kita dan jangan sibuk usil mengurusi orang lain yang membuat kita terjerumus berbuat dosa seperti ghibah, ujub, mengadu domba, atau lainnya.
Mengingat Allah itu obat, sedangkan mengingat manusia itu penyakit. Tanda kebangkrutan ketika kita sibuk usil dengan urusan orang lain. Sibuklah menyebutkan ahklak mulia dan sejarah kehidupan Nabi Saw dan para sahabat serta orang-orang saleh merupakan keberuntungan.
Sibuk memikirkan orang lain yang tersandung maksiat, lalu kita mengharapkan diri kita dan mereka bersama-sama agar mendapatkan hidayah Allah merupakan hal yang terpuji. Begitu pula memikirkan dan sibuk mengurusi orang yang dizalimi dan membela mereka merupakan sikap kepahlawanan.
“Ya Allah jauhkanlah kami dari pikiran-pikiran kotor, berilah taufik kepada kami agar apa yang kami pikirkan adalah sesuatu yang menambah iman, rasa cinta, dan rasa takut kepada-Mu.
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mendapatkan hidayah dan menjadi penyebab orang lain mendapatkan hidayah.” Amin. Wallahu a’lam bish showab.
Referensi: Fariq Gasim Anuz. Republika.
















