BERBAGI News – Fenomena Purbaya Effect menjadi salah satu peristiwa politik paling menarik pasca Pemilu 2024. Dalam waktu singkat, Purbaya Yudhi Sadewa, seorang ekonom yang baru dilantik sebagai Menteri Keuangan, berhasil menembus panggung politik nasional dengan elektabilitas yang mengejutkan.
Popularitas instan ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh komunikasi politik di era digital. Jika sebelumnya popularitas politik dibangun melalui kampanye panjang dan jaringan partai, kini media sosial menjadi arena utama.
Figur teknokrat seperti Purbaya dapat melesat berkat eksposur digital, di mana publik menilai tokoh melalui potongan video, unggahan, dan percakapan daring.
Transformasi ini menegaskan bahwa citra digital lebih menentukan dibandingkan rekam jejak birokrasi. Narasi politik Purbaya cepat menyebar melalui algoritma media sosial, terutama di kalangan generasi muda yang kritis terhadap isu ekonomi.
Namun, fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan: apakah popularitas digital mencerminkan kualitas kepemimpinan? Elektabilitas yang melonjak bisa jadi hanya efek viralitas sesaat tanpa konsolidasi politik yang matang.
Partai politik menghadapi tantangan baru karena figur independen dapat muncul tanpa basis partai yang kuat. Netizen kini menjadi aktor penting dalam membentuk opini, sehingga komunikasi politik tidak lagi top-down, melainkan interaktif dan partisipatif.
Meski membuka ruang demokrasi yang lebih inklusif, Purbaya Effect juga berisiko memicu polarisasi dan fragmentasi sosial.
Pada akhirnya, fenomena ini memberi pelajaran bahwa politik digital bukan sekadar soal elektabilitas, melainkan tentang membangun legitimasi jangka panjang melalui komunikasi yang inklusif, substansial, dan berkelanjutan.
Popularitas digital harus diimbangi kapasitas kepemimpinan nyata agar demokrasi tidak terjebak dalam pencitraan semata. ***
















