“Sesungguhnya Allah memiliki keluarga di anatara manusia. Siapakah keluarga Allah itu? tanya seorang sahabat. Mereka adalah Ahulul Qur’an dan orang pilihan Allah.” [HR. Ibnu Majah].
PADA hakikatnya semua orang yang beriman kepada Al-Qur’an seharusnya adalah ahlul Qur’an. Lihatlah bagaimana Rasulullah Saw. menyeru orang-orang yang beriman agar shalat witir setiap malam dengan kalimatnya; ‘Atiruu ya ahlul Qur’an’ [shalatlah witir wahai-wahai orang-orang yang beriman dengan Al-Qur’an.
Klasifikasi Manusia berdasarkan Intensitas bersama Al-Qur’an.
“Kemudian kitab ini Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada [pula] yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar,” [QS. Fathir: 32].
Manusia diklasifikasikan berdasarkan intensitas interaksinya bersama Al-Qur’an:
- Dzalimun linafsih [orang-orang yang menganiaya diri sendiri].
Adalah mereka yang tidak memanfaatkan Al-Qur’an untuk menjadi petunjuk hidupnya. - Muqtashid.
Orang yang sudah beriman kepada Al-Qur’an, namun baru dapat melaksanakan sebagian isi Al-Qur’an dan meninggalkan sebagian yang lain. Orang ini masih tidak konsisten dalam memanfaatkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, kadang kembali kepada Al-Qur’an, kadang menjauh. Kondisi muqtashid ini sewaktu-waktu dapat berbahaya, karena hanya selangkah lagi menuju kedzaliman; sebaliknya juga berpotensi menguntungkan, karena hanya selangkah lagi menuju sabiqun bil khairat. Oleh karena itu, jangan jadikan muqtashid sebagai pilihan hidup. - Sabiqun bil khairat.
Yakni orang-orang yang beriman kepada Al-Qur’an, dan telah mengoptimalkan interaksinya bersama Al-Qur’an. Mereka begitu banyak membaca Al-Qur’an, Al-Qur’an telah tersimpan di dadanya, hafal 30 juz selancar hafalan surat Al-Fatiha. Mereka faham isi Al-Qur’an sehingga selalu mentadabburi dan mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka senantiasa memanfaatkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, baik di waktu siang maupun malam. Namun mereka tetap rendah hati [tawadhu’] karena sadar, bahwa kemampuan yang ia miliki, semata-mata karena seizin dan karunia Allah yang Mahaagung. Kelompok inilah yang dimaksudkan sebagai Ahlul Qur’an.
Ciri-ciri Ahlul Qur’an
- Selalu bersemangat dalam melaksanakan semua amal saleh yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Abu Bakar dikenal sebagai sahabat yang sabbaaq, artinya tidaklah Rasulullah Saw. melakukan suatu amal saleh kecuali Abu Bakar segera melakukannya, sampai membuat Umar ghibtoh [iri dalam hal kebaikan] kepada beliau.
- Tidak menyia-nyiakan kesempatan beramal saleh, dengan tidak menunda-nundanya.
Setelah Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi khalifah, beliau ingin beristirahat. Lalu putranya bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, kapan anda akan bekerja?” Beliau menjawab: “Nanti sore.” Namun ketika beliau diingatkan: “Siapakah yang berani menjamin bahwa usia anda sampai sore?” Beliau langsung tergugah oleh tausiyah ini, maka beliau segera bekerja nengurus umat, meninggalkan waktu istirahatnya.
- Mudah tergugah untuk beramal saleh.
Apabila ia melihat orang lain beramal saleh, terketuk hatinya timbul perasaan tidak ingin kalah dalam beramal saleh, maka ia langsung segera beraksi.
Langkah-langkah Menjadi Ahlul Qur’an
Syarat utama untuk menjadi ahlul Qur’an adalah kemauan dan keinginan yang tinggi sehingga menghasilkan aksi sebagai berikut:
- Teruslah Berdoa dan teruslah berprasangka baik kepada Allah Swt.
- Menjadikan Al-Qur’an sebagai agenda utama dalam keseharian. Semangat untuk lebih dekat dengan Allah mendorongnya untuk beribadah kepada-Nya sebagai persiapan kehidupan akhirat. Tidak ada agenda lain yang dapat mengalahkan kegiatan bersama Al-Qur’an kecuali uzur syar’i atau darurat. Senantiasa rindu dan membayangkan kebersamaannya dengan Al-Qur’an.
- Berusaha memahami dan mentadabbur Al-Qur’an, serta benar-benar menjadikan Al-Qur’an sebagai rujukan dalam seluruh aspek kehidupannya.
- Menyebarkan fikrah Al- Qur’an kepada umat dengan mengajarkannya; baik pengajaran tilawahnya, menghafalnya sampai memahamkan isinya.
Rasulullah Saw. adalah Sebaik-baik Ahlul Qur’an.
Sebaik-baik ahlul Qur’an adalah Rasulullah Saw, yang jelas besar perhatiannya terhadap Al-Qur’an. Jika kita ingin mendapatkan contoh nyata bagaimana Rasulullah Saw berinteraksi dengan Al-Qur’an, bacalah sirah kehidupan Rasululah Saw. Begitu kuatnya interaksi beliau dengan Al-Qur’an, sehingga dalam hadits dinyatakan bahwa Rasulullah Saw. mendapatkan sebutan Al-Qur’an Hayy [Al-Qur’an yang hidup berjalan di tengah-tengah manusia]. “Adalah kepribadian Rasulullah persis dengan Al-Qur’an,” [HR. Muslim dari Aisyah ra.]
Begitu juga umumnya para sahabat, mereka adalah manusia-manusia yang sangat aktif bersama Al-Qur’an. Utsman bin Affan dalam nasehatnya mengatakan: “Kalau saja hati kita bersih dari dosa dan syirik maka jiwa ini tidak akan pernah puas dengan Al-Qur’an.” Kita akan selalu berusaha mengambil berbagai macam manfaat dari Al-Qur’an.
Semoga Allah Swt memilih kita semua sebagai Ahlul Qur’an. Mahabenar Allah dengan semua penjelasan di atas. Mudah-mudahan dapat menjadi motivasi kuat agar kita menjadi ahlul Qur’an. Amin Allahumma Amin. Wallahu’alam bish showab.
Referensi:
Al-Qur’anul Karim, Al-Hafiz, Cordoba, 2020.