Penulis: Lana Fauziah, Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Mataram (UIN Mataram).
BERBAGI News – Politik di Nusa Tenggara Barat (NTB) selalu penuh dengan dinamika menarik, mencerminkan pertemuan antara kekuatan lokal yang telah lama terbentuk dengan ide-ide perubahan yang dibawa oleh tokoh-tokoh baru.
Setiap pemilu dan pilkada di NTB menjadi gambaran bagaimana tradisi dan modernitas saling bertemu, menciptakan kekuatan politik yang saling bersaing dan berkolaborasi.
Salah satu contoh paling menonjol terjadi pada Pilkada 2018, ketika Dr. Zulkieflimansyah, seorang pendatang baru dalam dunia politik NTB, berhasil meraih kemenangan besar bersama pasangannya, Hj. Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi). Kemenangan ini tidak lepas dari strategi pasangan ini yang memadukan citra reformis Zulkieflimansyah dengan akar tradisional Hj. Rohmi di jaringan Nahdlatul Wathan (NW). Berdasarkan data KPU, pasangan ini memperoleh 811.945 suara atau 54,91%, mengalahkan pasangan Suhaili FT dan Muhammad Amin yang hanya mampu meraih 666.692 suara atau 45,09%.
Dominasi Zul-Rohmi paling terasa di Lombok Timur, basis kuat NW, di mana mereka memperoleh mayoritas suara yang signifikan. Hj. Rohmi menjadi elemen kunci yang menjembatani pasangan ini dengan basis tradisional, terutama kalangan Nahdliyin yang sangat loyal. Banyak yang berpendapat bahwa tanpa dukungan signifikan dari Hj. Rohmi dan jaringan NW, Dr. Zulkieflimansyah tidak akan mampu meraih kemenangan sebesar itu. Kombinasi ini membuktikan bahwa politik di NTB memerlukan sinergi antara pendekatan modern dan kekuatan tradisional yang telah terbentuk selama puluhan tahun.
Tanpa peran signifikan Hj. Rohmi, banyak yang berpendapat bahwa Dr. Zulkieflimansyah tidak akan meraih kemenangan sebesar itu. Kehadiran Hj. Rohmi tidak hanya menambah legitimasi tradisional, tetapi juga memberikan daya tarik yang lebih luas kepada pasangan ini di mata pemilih yang loyal terhadap NW. Strategi ini membuktikan bahwa politik di NTB tidak hanya bergantung pada pendekatan modern, tetapi juga memerlukan dukungan kuat dari akar tradisional yang telah terbentuk selama puluhan tahun.
Kini, menjelang Pilkada 2024, lanskap politik kembali berubah dengan kemunculan tokoh baru, Lalu Muhammad Iqbal. Sebagai mantan diplomat dan pengusaha, Iqbal membawa pendekatan berbeda dengan menawarkan visi berbasis isu nasional dan fokus pada pembangunan ekonomi. Didukung oleh koalisi partai besar seperti Golkar dan Gerindra, Iqbal mencoba merebut perhatian generasi muda dan masyarakat perkotaan, yang selama ini menjadi segmen strategis.
Namun, tantangan besar bagi Iqbal adalah menjangkau basis tradisional NW yang selama ini menjadi wilayah dominasi pasangan seperti Dr. Zulkieflimansyah dan Hj. Rohmi. Keberhasilan Zul-Rohmi di Pilkada 2018 memberikan pelajaran penting bahwa kekuatan tradisional tetap menjadi elemen krusial dalam memenangkan pemilu di NTB. Jika Iqbal dapat membangun komunikasi efektif dengan elemen-elemen tradisional ini, ia berpeluang mengubah dominasi politik yang telah mapan.
Sikap politik TGB (Tuan Guru Bajang) yang memilih untuk tidak mendukung Hj. Rohmi dalam Pilkada 2024 juga menjadi variabel penting dalam dinamika ini. Sebagai tokoh yang memiliki pengaruh besar di NTB, keputusan TGB untuk tidak mendukung pasangan Rohmi-Firin menciptakan celah politik yang dapat dimanfaatkan oleh Lalu Muhammad Iqbal. Dengan jaringan TGB yang kuat di kalangan Nahdliyin dan akar NW, keputusan ini berpotensi mengurangi pengaruh Hj. Rohmi di basis tradisional.
Keputusan TGB ini secara strategis menguntungkan Iqbal, karena membuka peluang untuk mendekati pemilih tradisional yang selama ini menjadi kekuatan utama Zul-Rohmi. Jika Iqbal berhasil memanfaatkan momen ini dengan membangun hubungan efektif dengan elemen-elemen loyalis TGB, ia dapat memperkuat basis dukungan dan menciptakan perubahan signifikan dalam peta politik NTB.
Dinamika politik NTB pada Pilkada 2018 dan 2024 mencerminkan bagaimana kombinasi antara kekuatan baru dan lama memainkan peran penting dalam menentukan arah politik di daerah ini. Pilkada 2018 menunjukkan bagaimana strategi modern yang dipadukan dengan dukungan basis tradisional mampu menghasilkan kemenangan yang signifikan. Sementara itu, Pilkada 2024 menjadi pertarungan menarik yang menggambarkan bagaimana ide-ide baru dapat mengguncang fondasi politik lama.
Pemilih NTB memiliki tanggung jawab besar untuk menentukan arah kepemimpinan ke depan, memilih kandidat yang tidak hanya mampu berbicara tentang perubahan, tetapi juga mampu merealisasikan visi tersebut untuk menciptakan transformasi nyata dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di wilayah ini.
Kompetisi ini sekaligus menjadi bukti bahwa politik di NTB adalah arena yang tidak hanya menghargai tradisi, tetapi juga terbuka terhadap perubahan. ***