Beribadah Secara Kaffah

Religi91 Views

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb segenap Alam”. [QS. Al- An’am: 162].

BERBAGI News – MENURUT Ulama terkemuka Abu A’la Al Maududi: “bahwa sebagian besar orang memahami arti ibadah sebagai kegiatan yang terbatas semata-mata pada upacara ritual, seperti shalat, shaum, haji, dan zakat. Kegiatan hidup lainnya adalah urusan dunia”.

banner 336x280

Pemahaman seperti ini mesti diperbaiki atau diluruskan, dalam rangka mengoptimalkan pengabdian hamba kepada Allah serta memantapkan eksistensi sebagai ‘abdullah [hamba Allah]. Pemahaman seperti itu pula yang menyebabkan terjadinya kemandegan dalam perkembangan kaum Muslimin saat ini.

Makanya, amal ibadah Islami baru muncul secara acak pada tempat dan waktu tertentu saja. Ibadah baru nampak di masjid, mushlla, surau, dan majelis taklim, atau pada momentum bulan Raamadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha dan lainnya.

Realita Islam belum lagi tampil di pasar, kantor, sekolah, pergaulan hidup keseharian. Islam masih terlalu asing dari aktifitas keduniaan dan Islam hanya cuma kelitahatan ketika ditempat pada ruang dan waktu tertentu saja.

Padahal Allah Azza wa Jalla jauh sebelumnya telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar beramal Islam secara menyeluruh [kaffah]. Tidak sepotong-sepotong, tidak insidentil, tidak pula melaksanakan sebagian dan meninggalkan sebagiannya, sebagaimana difirman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam dienul Islam secara kaffah [menyeluruh], dan janganlah kalian ikut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. [QS. Al Baqarah: 208].

Ibadah artinya mengikuti seluruh keiginan Allah secara utuh sepanjang waktu, sepanjang hidup dan di manapun kita hidup. Mengikuti segala yang diperintahkan-Nya dan mengenyahkan segala yang dilarang-Nya.

Seorang suami dan ayah yang mencari rezki untuk menafkahkan isteri dan anaknya dengan itikad mengikuti petunjuk Allah adalah ibadah. Seorang isteri dan ibu yang melayani suami dan anaknya dengan landasan mengabdi kepada Allah juga merupakan ibadah.

Demikian juga seseorang yang tak mau melakukan penyimpangan, kecurangan dan penipuan, maka ini pun adalah indikator ketaatan atau penghambaannya kepada Allah, Rabb yang Maha Rahman dan Maha Tahu

Ada beberapa perkara yang menghambat seseorang dalam ibdah kepada Allah SWT. adalah sebagai berikut:

1. Kufur: Menolak, Mengingkari dan Tidak Mau Mengikuti Petunjuk Allah SWT.

Allah SWT berfirman: “Diantara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab [wahyu] yang bercahaya”. [QS. Al-Hajj: 8].

2. Syirik: Menyekutukan Allah dengan yang lain dalam ibadah

Allah SWT berfirman: “Sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah. Melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah [dengan sembahan lain]”. [QS. Yusuf: 106]”.

3. Nifaq: Bersikap Mendua [ambi valen]

Allah SWT berfirman: “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu [Muhammad], mereka berkata: “Kami mengakui, sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui sesunguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta”. [QS. Al- Munafiqun: 1].

4. Fasik: Sering Melanggar Aturan Allah

Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri sendiri. Mereka itulah orang- orang yang fasik”. [QS. Al Hasyr: 19].

5. Dzalim: Tidak Proporsional, dan Betindak Sewenang-wenang

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Musa telah datang membawa bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu jadikan anak sapi [sebagai sesembahan], dan sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang dzalim”. [QS. Al Baqarah: 92].

Orang-orang yang hatinya mengidap penyakit seperti tersebut di atas, maka ia terhalang dari rahmat Allah. Mereka adalah orang-orang yang durhaka kepada Allah Rabul ‘Alamin. Mereka telah bergeser dari fungsi keberadaannya di bumi, dan telah menyimpang dari tugas hidup selaku abdullah dan khalifatullah.

Sebaliknya hamba Allah yang kuat, loyal dan menempatkan dirinya sesuai dengan misi penciptaan dan keberadaannya, ia hidup di bawah naungan hidayah Allah. Setiap gerak langkah, kata hati dan pola pikirannya, tak sekejap pun lepas dari konstelasi [kaitan] pengabdian kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:” Tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah [mengabdi] kepada-Ku”. [QS. Adza-Dzariyaat: 56].

Mudah-mudahan kita menjadi hamba-hamba Allah yang tak segan-segannya sujud, taat, patuh, komitmen dan berserah diri kepada-Nya dalam segala tempat, waku, serta dimana dan kapan saja. Wallhu ‘Alam Bishshowab.

Referensi:
SKJ, 194, Agustus 1997M.