Penulis : Arya Indra Putra, Mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Mataram
BERBAGI News – Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan antara rakyat dan pemerintah telah mengalami pengurangan kepercayaan yang signifikan. Tantangan ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan sebuah krisis fundamental yang mengancam fundamen demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang sehat.
Kepercayaan publik terhadap pemerintah kian memudar akibat beberapa faktor kritis. Pertama, praktik korupsi yang masih sistemik telah menciptakan jurang pemisah antara harapan masyarakat dan realitas kinerja pejabat publik. Skandal korupsi yang berulang kali terjadi telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas para pemimpin.
Transparansi yang minim dalam pengambilan kebijakan publik semakin memperburuk situasi. Masyarakat merasa terabaikan dan tidak dilibatkan dalam proses-proses strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Keputusan-keputusan penting seringkali terkesan tidak mempertimbangkan aspirasi rakyat.
Untuk memulihkan kepercayaan, dibutuhkan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan. Pemerintah perlu melakukan reformasi menyeluruh dengan fokus pada beberapa aspek kunci.
Pertama, penguatan sistem transparansi dan akuntabilitas. Setiap proses pengambilan kebijakan, penganggaran, dan pelayanan publik harus terbuka untuk diakses dan dikritisi oleh masyarakat. Teknologi digital dapat menjadi alat efektif untuk mewujudkan keterbukaan ini.
Kedua, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara konsisten dan tanpa kompromi. Tidak cukup sekadar menangkap beberapa pelaku, namun perlu dibangun sistem yang mencegah terjadinya korupsi sejak awal. Hal ini memerlukan koordinasi antar lembaga penegak hukum dan komitmen politik yang kuat.
Ketiga, pelibatan partisipatif masyarakat dalam setiap tahap perencanaan dan evaluasi kebijakan. Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang efektif, bukan sekadar formalitas. Masyarakat harus dipandang sebagai mitra, bukan objek pembangunan.
Keempat, peningkatan kualitas pelayanan publik. Birokrasi harus didesain ulang menjadi lebih responsif, efisien, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Teknologi dan inovasi digital dapat menjadi instrumen penting dalam mentransformasi layanan publik.
Namun, membangun kembali kepercayaan bukanlah tugas pemerintah semata. Masyarakat sipil juga memiliki peran strategis. Partisipasi aktif, pengawasan kritis, dan keterlibatan konstruktif dalam setiap proses demokratis menjadi kunci pemulihan hubungan.
Generasi muda memiliki peranan penting dalam konteks ini. Mereka harus menjadi agen perubahan yang mendorong terciptanya tata pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Pendidikan kewarganegaraan yang bermakna dapat menjadi fondasi untuk membangun budaya politik yang sehat.
Krisis kepercayaan tidak akan terselesaikan dalam waktu singkat. Dibutuhkan komitmen jangka panjang dari semua pihak. Pemerintah, masyarakat sipil, media, dan seluruh komponen bangsa harus bersinergi membangun ekosistem demokratis yang bermartabat.
Pada akhirnya, membangun kembali kepercayaan adalah soal mengembalikan martabat hubungan antara negara dan warganya. Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran, konsistensi, dan itikad baik dari semua pihak.
Keberhasilan upaya ini akan menentukan masa depan demokrasi dan kesejahteraan bangsa. Kepercayaan adalah modal sosial termahal dalam sebuah negara, dan kita semua bertanggung jawab untuk memeliharanya.