Penulis: Irman Aprizal, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negri Mataram
BERBAGI News – Tahun 2024 ini rakyat Indonesia di hadapkan dengan dua pesta besar yakni pemilihan umum 2024 dan pemilihan kepala daerah 2024. Dalam menghadapi dua pemilihan ini, konflik di tengah masyarakat tentu tidak akan bisa dihindarkan. Salah satu yang sering digunakan adalah Politik Identitas.
Politik identitas memang menjadi sorotan utama dalam dinamika politik Indonesia yang beragam. Strategi ini kerap digunakan oleh peserta pemilu atau calon kepala daerah (cakada) untuk mencari simpati dan galang dukungan kepada Masyarakat. Dengan memanfaatkan isu suku, agama, dan budaya. Meski di rasa ampuh dalam menggaet simpati voter, tidak dapat dipungkiri dampak panjang terhadap persatuan bangsa tidak bisa diabaikan.
Politik identitas seringkali dianggap sebagai strategi yang paling efektif untuk menarik massa. Peserta pemilu sering menggunakan kedekatan identitas dengan kelompok tertentu untuk membangun kepercayaan dan loyalitas pemilih dikarenakan pemilih lebih cenderung memilih kandidat yang mewakili identitas mereka.
Strategi ini mampu memobilisasi dukungan dalam jumlah besar, ini dikarenakan keberagaman etnis, suku, agama bahkan kelompok seperti organisasi masyarakat, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama. Namun, efektivitas ini tidak lepas dari kritik, meski berhasil, pendekatan ini sering mengorbankan isu-isu substantif yang lebih relevan.
Disisi lain, penggunaan politik identitas secara berlebihan berisiko memecah belah masyarakat. Seperti yang terjadi pada pilkada DKI Jakarta 2017, ini menjadi salah satu contoh paling nyata, di mana isu agama memicu polarisasi yang tajam. Politik identitas stereotip dan memperuncing perbedaan antar masyarakat.
Politik identitas seringkali menanamkan rasa curiga antar kelompok, alih-alih membangun solidaritas. Lebih parah lagi, politik identitas sering disusupi hoax dan ujaran kebencian untuk memperkuat narasi kampanye. Dampaknya adalah ketegangan sosial yang berkepanjangan.
Untuk meminimalkan dampak negatif dari politik identitas, diperlukan langkah-langkah yang strategis. Salah satunya adalah pendidikan politik yang menekankan pentingnya memilih berdasarkan program kerja daripada identitas. Pemilih harus lebih kritis terhadap janji kampanye yang bersifat emosional.
Penegakan hukum juga memainkan peran yang sangat penting. Pemerintah juga harus tegas terhadap pelanggaran seperti ujaran kebencian dan penyebaran berita palsu. Selain itu, politisi diharapkan mengedepankan narasi persatuan. Fokus pada isu kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan dapat menggantikan pendekatan berbasis identitas.
“Keberagaman kita harus menjadi alat pemersatu, bukan pemecah,” ungkap Haryanto basri seorang tokoh masyarakat.
Politik identitas memang memiliki daya tarik kuat dalam dunia politik, namun dampaknya terhadap persatuan bangsa harus menjadi perhatian serius. Dengan pendidikan politik yang mencerdaskan, penegakan hukum yang tegas, dan narasi pembangunan yang inklusif, politik identitas dapat dikelola untuk kepentingan bersama. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat menjaga harmoni dalam keberagamannya. ***