Penulis: Maelina Azzahra, Mahasiswa UIN Mataram
BERBAGI News – Pada tanggal 25 November 2020, kita dikejutkan dengan penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo lewat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ironisnya, OTT dilakukan sesaat setelah Edhy Prabowo, beserta istri dan rombongan tiba di Bandara Soekarno Hatta dari Honolulu Amerika Serikat yang membeli barang-barang mewah dan diduga menggunakan uang hasil dari korupsi.
Tidak berselang lama, rakyat Indonesia disuguhkan lagi OTT Menteri Sosial, Juliari Batubara, atas dugaan korupsi pengadaan Bantuan sosial penanganan Covid-19 tahun 2020. Juliari Batubara diduga menerima fee Rp10.000 dari setiap paket pengadaan sembako untuk rakyat miskin sebesar Rp300.000/paket.
Pada tanggal 26 Februari yang lalu, KPK kembali melakukan penangkapan terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah atas dugaan korupsi. Sebelum menjabat Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah merupakan Bupati Bantaeng dua periode (tahun 2008-2018) yang mempunyai prestasi fenomenal. Bahkan Nurdin Abdullah disejajarkan dengan para kepala daerah yang berhasil memimpin daerahnya seperti Ridwan Kamil (walikota Bandung) dan Tri Rismaharini (Walikota Surabaya). Dalam sidang dakwaan Nurdin Abdullah yang dipimpin hakim ketua Ibrahim Palino di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (22/7/2021), jaksa KPK Muhammad Asri mendakwa Nurdin Abdullah menerima suap dari Anggu Rp 2,5 miliar dan SGD 150 ribu atau senilai Rp 1,59 miliar (kurs dolar Singapura Rp 10.644). Selain itu, Nurdin menerima dari kontraktor lain senilai Rp 6,5 miliar dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,1 miliar (kurs dolar Singapura Rp 10.644).
Baru baru ini pada tanggal 29 Oktober 2024 Kejaksaan Agung mengumumkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dilakukan pada tahun 2015. Padahal, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian pada tanggal 12 Mei 2015, Indonesia mengalami surplus gula dan tidak membutuhkan impor. Tersangka tersebut adalah mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS. Dan Sekarang mantan Menteri perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) telah ditetapkan menjadi tersangka.
Korupsi Ranah Politik
Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi adalah salah satu masalah tertua dan paling kompleks di dunia, yang menyebar ke berbagai aspek masyarakat dan mengakar kuat dalam tatanan suatu bangsa. Fenomena ini paling jelas terlihat di Indonesia, dimana korupsi, telah menjadi penyakit kronis yang mengancam kesehatan negara secara keseluruhan.
Dalam ranah politik, korupsi menciptakan sistem yang tidak demokratis. Praktik korupsi sering kali mempengaruhi proses pemilihan umum, merusak integritas lembaga-lembaga demokrasi, dan menceederai kepercayaan publik awal terhadap para pemimpinnya. Hal ini mengancam fondasi demokrasi dan menghambat partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan politik.
Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar mengungkapkan alasannya yang selalu menjatuhkan hukuman maksimal kepada para terdakwa korupsi;
“Korupsi itu kejahatan kemanusiaan yang dampaknya multi effect. Berdampak negatif kepada tubuh negara. Negara menjadi tidak sehat lagi. Koruptor itu juga merampas hak asasi manusia, khususnya hak-hak rakyat untuk sejahtera” ujarnya.
Korupsi bukanlah fenomena yang muncul secara tiba-tiba. Ia sering kali lahir dari lemahnya sistem pengawasan, minimnya transparansi, dan rendahnya integritas moral para pemegang kekuasaan. yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang “biasa” juga turut menjadi penyebab mengapa praktik ini sulit diberantas.
Dampak korupsi terhadap kemajuan bangsa sangatlah merugikan. Secara ekonomi, korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi, merugikan investasi, dan mengurangi efisiensi dalam penggunaan sumber daya publik. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik malah berakhir di tangan segelintir individu yang korup.
Budaya korupsi atau korupsi yang membudaya?
Korupsi adalah ancaman serius bagi bangsa yang harus kita lawan dengan tekad bulat. Tanpa upaya serius dari semua pihak, korupsi akan terus menjadi momok yang menghantui bangsa, menghambat kemajuan, dan merugikan generasi mendatang.
Melihat korupsi yang ‘massif’ (berbeda-beda) dan dari daya rusaknya, maka sudah selayaknya seluruh komponen bangsa untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak membudaya di Indonesia. Artinya korupsi tidak menjadi kebiasaan yang dianggap wajar.
Mengatasi penyakit kronis korupsi di Indonesia memerlukan strategi yang luas dan beragam sesuai dengan permasalahannya. Hal ini perlu menjadi upaya bersama yang melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan yang paling penting, masyarakat Indonesia.
Perilaku korupsi bisa saja dianggap perbuatan yang wajar jika masyarakat sudah bersikap permisif (memberi izin) terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia.
Sebagai penutup, untuk mencegah korupsi diperlukan Pendidikan moral dan etika sejak dini, penegakan hukum yang tegas dengan hukuman berat bagi pelaku, serta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik melalui penggunaan teknologi seperti ee-government atau penegakan hukum.
Selain itu, budaya anti-korupsi harus ditanamkan dengan menghilangkan sikap permisif terhadap korupsi, memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal, serta memberdayakan masyarakat sipil, media, dan akademisi untuk aktif mengawasi dan melaporkan dugaan korupsi. Kolaborasi semua pihak sangat penting agar korupsi tidak menjadi kebiasaan yang merugikan bangsa.
Dengan kombinasi Langkah-langkah ini, korupsi dapat diminimalisasi, menciptakaan masyarakat yang lebih adil dan pemerintahan yang bersih. Semua pihak harus bersinergi untuk memastikan korupsi tidak menjadi budaya yang dianggap biasa.