“Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu diseru untuk shalat pada hari Jumat, maka hendaklah kamu berjalan untuk berdzikir pada Allah dan hendaklah kamu meninggalkan perdagangan, yang demikian itu lebih baik bagi kamu, jika kamu sekalian mengetahui.” [QS. Al-Jumu’ah (62): 9].
SEORANG Mukmin yang menjaga kemurnian akidah akan memahami hari Jumat sesuai penjelasan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ia tidak menilai hari dengan mengikuti asumsi, dan larut dalam pola pikir serta tradisi. Tapi menilai segala sesuatu dengan ilmu. “Janganlah kamu bersikap sesuatu tanpa ilmu.” [QS. Al-Isra (17): 36].
Keistimewaan hari Jumat ini diabadikan khusus dalam Al Quran dengan nama salah satu surah yaitu Al-Jumu’ah. Rasulullah SAW menjulukinya sayyidul ayyam [pemuka hari-hari]. Dari Anas, Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang padaku Jibril AS sedang di tangannya cermin putih, kemudian berkata, ‘Inilah hari Jumat yang diwajibkan Rab-mu padamu, agar menjadi Id bagimu dan umatmu. ‘Aku bertanya lagi, ‘Apa yang kami dapat di dalamnya?’
Ia menjawab, ‘Bagi kamu sekalian sebaik-baik kesempatan, barangsiapa yang berdoa dengan kebaikan niscaya akan dikabulkan. Barangsiapa yang meminta, Allah akan beri. Barangsiapa yang belum dikabulkan, Allah tangguhkan. Barangsiapa yang mohon perlindungan dari keburukan yang menimpanya, niscaya Allah akan melindunginya, “Jumat adalah pemuka hari bagi kami. Dan kami berdoa di akhirat pada hari yang penuh berkah ini.” [HR. Muslim].
Pada hadits lain disebutkan juga, “Sebaik-baik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di dalamnya diciptakan Nabi Adam dan pada hari itu pula ia dimasukkan ke surga dan diturunkan ke Bumi.” [HR. Tirmidzi].
Dari keterangan di atas, betapa hari Jumat menyimpan beberapa rahasia monumental. Selain itu, Jumat juga merupakan hari terapi ruhiyah bagi Muslim sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Dari Jumat ke Jumat di sana ada kafarat, penghapus dosa.” [HR. Bukhari].
Kererangan ini menegaskan shalat Jumat memiliki arti penting bagi pengkondisian diri setiap Mukmin. Ironisnya, sebagian Muslim sedikit sekali yang merenungi serta menghayati makna keistimewaan Jumat itu. Banyak juga yang belum memahami makna Jumat bagi produktivitas hidupnya.
Konteks kafarat di atas adalah sikap introspektif atas segala amal. Segala kehilapan akan terkikis ketika Jumat mempunyai dampak positif pada perbaikan dirinya. Merugilah yang menunaikan shalat tanpa makna.
“Banyak orang shalat, tapi sayang dari shalatnya itu tak mendapatkan apapun selain rasa lelah dan capek.” Hadits ini mengilustrasikan kesiasiaan shalat, ketika shalat itu tidak berfungsi bagi kebaikan dirinya maupun orang lain. Wallahu a’lam bish shawab.
Referensi:
Dikutip dari bebagai sumber.