BERBAGI News – Gibran Rakabuming raka, seorang politikus muda sekaligus pengusaha Indonesia resmi menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024. Gibran baru-baru ini meluncurkan sebuah program “Lapor Mas Wapres” yang bertujuan untuk lebih mendekatkan diri dengan rakyat indonesia, sekaligus sebagai wadah untuk menampung keluhan masyarakat Indonesia. Namun, apakah program ini benar-benar membawa inovasi dalam komunikasi politik, ataukah hanya sekedar sebagai ajang pencitraan bagi Gibran? Artikel ini akan menganalisis dua sisi dari program ini, dengan mengacu pada teori komunikasi politik dua arah oleh Shanon Wiver untuk menilai efektivitas dan tujuan program tersebut.
Lapor mas Wapres adalah suatu program yang dicetuskan oleh Gibran guna sebagai platform pengaduan masyarakat kepada pemerintah. Layanan ini dibuka untuk umum, bagi seluruh rakyat Indonesia, mulai dari hari Senin hingga Jum’at pukul 08-14.00 waktu setempat. Masyarakat dapat mengajukan laporan secara langsung ke Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) di Jalan. Kebon Sirih No. 14, Jakarta Pusat atau menghubungi kontak whatsapp di nomor 0811 704 2207. Dan permasalahan yang diadukan oleh Masyarakat akan diproses selama 14 hari.
Program “Lapor Pak Wapres” menunjukkan penerapan inovasi dalam komunikasi politik, terutama dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan interaksi antara politisi dan masyarakat.
Menurut teori komunikasi Shanon Wiver yakni teori komunikasi dua arah (two-way model), Dalam model ini, pengirim (sender) menyampaikan pesan ke penerima (receiver), dan penerima memberikan umpan balik (feedback) kepada pengirim. Proses ini membuat komunikasi menjadi lebih interaktif. Gibran mengadopsi teknologi untuk memungkinkan komunikasi dua arah, dimana masyarakat dapat memberikan masukan secara langsung dan pemerintah dapat memberikan respons yang lebih cepat.
Selain itu, teori komunikasi berbasis partisipasi juga menjelaskan bahwa program ini memberi kesempatan kepada rakyat untuk tidak hanya menerima informasi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam proses politik (Norris, 2000).
Meskipun program ini dapat dianggap sebagai sebuah inovasi, namun program ini juga berpotensi sebagai ajang pencitraan politik Gibran. Hal ini selaras dengan teori impression management yang dikembangkan oleh Erving Goffman, teori ini menjelaskan bagaimana induvidu yang dimana dalam konteks ini adalah aktor politik, mengelola kesan yang ditimbulkan dimata publik untuk menciptakan citra tertentu. Politisi seringkali menggunakan setrategi tertentu untuk membangun citra positif kepada masyarakat, terlepas dari apakah tindakan tersebut benar-benar subtansial atau tidak.
Oleh karena itu, program “lapor mas Wapres” mungkin terlihat sebagai sebuah inovasi dalam komunikasi politik, namun keinovatifan ini tidak hanya diukur dari seberapa sering masyarakat menggunakan atau berinteraksi dengan platform ini, karena program ini hanya akan menjadi inovasi nyata jika laporan yang diberikan masyarakat benar-benar diproses dan diterapkan dalam kebijakan yang membawa perubahan nyata bagi rakyat. Tanpa tindak lanjut yang jelas dan konkret, program ini hanya akan menjadi alat untuk pencitraan yang memperlihatkan bahwa pemerintah mendengarkan rakyat, tanpa benar-benar ada tindakan.
Kesimpulannya, program “Lapor Mas Wapres” ini memiliki potensi untuk menjadi program komunikasi politik yang inovatif dan partisifatif, akan tetapi jika berhasil diimbangi dengan tindakan yang nyata dan perubahan kebijakan yang jelas. Jika tidak, program ini hanya akan menjadi strategi pencitraan yang tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Untuk itu penting bagi Gibran untuk memastikan bahwa komunikasi dua arah ini tidak berhenti pada bentuk formalitas semata, tetapi benar-benar menunjukkan bukti tindakan yang nyata.