Peran Media Sosial dalam Kritik Politik: Analisis Kasus Tiktoker Bima Yudho Saputro

Oleh: Ofan Alfian Hidayat

Opini246 Dilihat
Banner IDwebhost

BERBAGI News – Media sosial menjadi arena utama untuk menyampaikan kritik politik di era digital. Dengan jangkauan luas, aksesibilitas tinggi, dan kemampuan menyebarkan informasi secara instan, platform seperti TikTok, Twitter, dan Instagram memberikan ruang baru bagi masyarakat untuk mengungkapkan opini. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kritik politik seorang TikToker Bima Yudho Saputro, terhadap kondisi infrastruktur dan pemerintahan di Lampung. Kasus ini menjadi sorotan nasional karena respons yang diterima Bima, termasuk kunjungan dari aparat dan pejabat terkait.

Media Sosial: Arena Kritik Politik yang Demokratis

TikTok, sebagai platform yang didominasi oleh generasi muda, menawarkan format yang kreatif dan mudah diakses untuk menyampaikan kritik. Dalam kasus Bima, kritiknya terhadap buruknya infrastruktur di Lampung dikemas dalam bentuk video yang informatif. Video tersebut berhasil menarik perhatian banyak pihak, termasuk media nasional dan masyarakat di luar Lampung.

Media sosial memungkinkan individu seperti Bima untuk menjadi “jurnalis warga” yang menyuarakan isu-isu yang jarang diangkat oleh media arus utama. Dalam konteks politik, media sosial menjadi alat penting untuk mengangkat suara masyarakat, menciptakan diskusi publik dan mengawasi pemerintah.

Tantangan dalam Kritik Politik di Media Sosial

Respons terhadap kritik Bima menunjukkan sisi lain dari dinamika media sosial sebagai arena kritik politik, yaitu adanya risiko intimidasi atau pembungkaman. Setelah videonya viral, keluarga Bima dikunjungi oleh Bupati Lampung dan pihak kepolisian, yang menurut berbagai laporan dianggap sebagai bentuk tekanan. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting tentang kebebasan berekspresi dan batasan kritik terhadap pemerintah.

  1. Intimidasi dan Tekanan

Kunjungan aparat dan pejabat kepada keluarga Bima memunculkan kesan adanya usaha membatasi kritik terhadap pemerintah. Hal ini dapat menciptakan efek jera bagi warga lain yang ingin menyampaikan opini serupa.

Baca Juga:  Opini - Pengaruh Media Sosial terhadap Politik
  1. Polarisasi Opini Publik

Kasus Bima juga menimbulkan polarisasi di media sosial, dengan beberapa pihak mendukung kritiknya, sementara yang lain membela pemerintah daerah. Polarisasi ini seringkali berujung pada serangan personal, baik terhadap pengkritik maupun pendukung pemerintah.

  1. Keamanan dan Privasi

Viralnya kritik politik juga berpotensi mengancam keamanan pribadi pengkritik, termasuk risiko doxing atau peretasan data pribadi.

Peluang untuk Perubahan

Meski menghadapi tantangan, kasus ini menunjukkan potensi besar media sosial sebagai alat reformasi sosial. Beberapa peluang yang dapat diambil dari kasus Bima antara lain:

  1. Peningkatan Transparasi Pemerintah

Kritik seperti yang disampaikan Bima mendorong pemerintah untuk lebih terbuka terhadap evaluasi dan masukan dari masyarakat.

  1. Advokasi untuk Kebebasan Berpendapat

Kasus ini mempertegas pentingnya melindungi kebebasan berpendapat di media sosial. Regulasi yang ada perlu memastikan bahwa kritik politik tidak dianggap sebagai ancaman, melainkan sebagai bagian dari dinamika demokrasi.

  1. Pemberdayaan Generasi Muda

Bima adalah contoh bagaimana generasi muda dapat menggunakan media sosial untuk menjadi agen perubahan. Hal ini membuka peluang bagi lebih banyak anak muda untuk terlibat aktif dalam isu-isu sosial dan politik.

Kasus Bima Yudho Saputro di Lampung menunjukkan bagaimana media sosial telah mengubah lanskap kritik politik di Indonesia. Meski membawa manfaat besar dalam memperluas ruang demokrasi, media sosial juga menghadirkan tantangan baru, termasuk risiko tekanan terhadap pengkritik.

Namun, dengan pendekatan yang tepat, media sosial dapat terus menjadi ruang yang demokratis dan inklusif untuk menyuarakan kritik politik, mendorong akuntabilitas, dan memperkuat kebebasan berekspresi di Indonesia. Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, bahwa kritik adalah bagian esensial dari proses demokrasi yang sehat. ***

banner 336x280