Mataram, BERBAGI News — Banjir yang melanda Kota Mataram pada Minggu 6 Juli 2025, menjadi catatan tersendiri.
Forecaster BMKG ZAM, Ari Wibianto, menjelaskan saat ini provinsi NTB sedang mengalami kemarau basah. Dimana, curah hujan tetap terjadi meski dalam masa kemarau.
Hal ini akibat anomali suhu muka laut yang hangat dan kelembapan udara yang tinggi menyebabkan terbentuknya awan-awan hujan.
“Curah hujan yang terjadi saat banjir mencapai 111 milimeter. Ini masuk dalam kategori hujan lebat. Kami memprakirakan dalam beberapa hari ke depan masih ada potensi hujan. Jadi masyarakat perlu tetap waspada,” katanya dalam Bincang Kamisan di command center kantor Gubernur NTB, Kamis, 10 Juli 2025.
Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos NTB, Sulaiman menyampaikan ada sekitar 34.000 warga terdampak banjir di Kota Mataram.
Pada malam kejadian, kata Sulaiman fokus utama adalah evakuasi warga rentan, terutama lansia, dan keesokan harinya langsung membentuk dapur umum.
“Di hari pertama, kami memproduksi 1000 porsi. Dalam total dua hari, kerjasama Kota Mataram dan Pemerintah provinsi NTB kami memproduksi dan mendistribusikan 8.000 paket nasi untuk warga terdampak, serta mendistribusikan selimut, kasur, dan kebutuhan dasar lainnya,” katanya.
Dinas Sosial juga, kata Sulaiman membuka layanan aduan cepat tanggap untuk menangani keluhan masyarakat.
Kepala Bidang SDA Dinas PUPR NTB, Lalu Kusuma Wijaya, memaparkan banjir yang terjadi di Kota Mataram bukan hanya soal curah hujan, tetapi juga karena penurunan kapasitas sungai akibat sedimentasi dan sampah.
“Sungai-sungai kita mengalami pendangkalan. Dari yang awalnya sedalam 5 meter, kini hanya 3 meter. Ditambah lagi tumpukan sampah yang tersebar di saluran, tanah kosong, bahkan badan sungai. Ini turut menyumbat aliran air,” jelasnya.
Ia juga menyoroti penyempitan badan sungai baik yang terjadi secara alami maupun disengaja karena pembangunan.
“Solusi ke depan adalah penataan menyeluruh mulai dari hulu ke hilir, melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat,” katanya.
Kepala Pelaksana BPBD NTB, Ahmadi menegaskan penyebab banjir sangat kompleks dan multidimensi, mulai dari faktor alam, infrastruktur, budaya masyarakat, hingga kerusakan hutan (deforestasi).
“Kalau mau solusi permanen, ya harus tegas menegakkan aturan. Bangunan yang berdiri di badan sungai harus dibongkar. Itu memang ekstrim, tapi lebih efektif daripada solusi tambal sulam,” katanya.
Menurutnya, pembenahan budaya masyarakat penting, terutama kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga fungsi alami sungai.***
















