Isa Zega Umrah Layaknya Perempuan, Anggota DPR RI Mufti Anam: Merupakan Penistaan Agama

Oleh: Elmi Mulia Alfiana

Opini186 Dilihat
Banner IDwebhost

Penulis: Elmi Mulia Alfiana, Mahasiswa S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Mataram

BERBAGI News – Tanggapan  Mufti Anam yang merupakan anggota DPR RI 2024-2029  menilai aksi Isa Zega yang diketahui merupakan seorang transgender mengenakan pakaian syar’i wanita saat melakukan ibadah umroh sebagai bentuk penistaan agama.

Alih-alih pergi ketanah suci (umrah) dengan berpakaian sesuai kodratnya sebagai laki-laki, Isa Zega justru merasa dirinya wanita seutuhnya sehingga ia menggunakan hijab dan ikut sholat dibagian para makmum wanita lainnya.

Dari kejadian tersebutlah Mufti Anam menilai Isa Zega melakukan penistaan agama, sehingga ia bisa dijerat hukum karena sudah mempermainkan peraturan agama.

“Ada seseorang namanya mami online alias Isa Zega alias Sahrul, dia adalah seorang transgender, transwoman, waria, yang dia awalnya adalah seorang laki-laki. Dia melakukan ibadah umroh dengan menggunakan hijab syar’i dan ini merupakan bagian dari penistaan Agama,” kata Mufti Anam dikutip dari unggahan instagramnya. Senin 18 November 2024.

Dikutip dari postingan instagramnya Mufti Anam  menjelaskan bahwa dalam hukum islam dan berdasarkan patwa MUI seorang laki-laki walaupun mengubah jenis kelaminnya, walaupun berpenampilan layaknya seorang wanita, namun secara lahiriah dan kodratnya tetap seorang laki-laki hingga akhir hayatnya.

Termasuk ketika dia melaksanakan ibadah, seorang transgender harus melakukan prosesi ibadah sesuai dengan kodratnya. Isa Zega seharusnya  menggunakan pakaian ihram laki-laki tidak menggunakan hijab dan memakai gamis saat melakukan ibadah Umrah.

Tanggapan Mufti Anam, seorang anggota DPR, terhadap isu Isa Zega, seorang transgender yang melakukan ibadah umrah dengan mengenakan pakaian wanita, mencerminkan bagaimana isu gender dan agama saling bertaut dalam masyarakat kita yang plural. Dalam pandangannya, tanggapan Mufti Anam bisa dilihat dari beberapa sudut yang mengangkat nilai-nilai agama, norma sosial, serta dimensi toleransi dalam masyarakat modern.

Sebagai seorang anggota DPR yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan sosial dan budaya, Mufti Anam tentu memiliki perspektif yang kuat terkait dengan perbedaan gender dalam konteks agama Islam. Dalam banyak hal, pandangannya bisa mencerminkan interpretasi konservatif yang masih dominan di kalangan masyarakat.

Menyebut bahwa tindakan Isa Zega melanggar syariat Islam, terutama terkait dengan larangan laki-laki yang menyerupai perempuan, bisa jadi adalah bentuk pertahanan terhadap prinsip dasar agama yang menekankan perbedaan gender yang jelas.

Namun, perlu juga diingat bahwa masyarakat Indonesia saat ini semakin terdiversifikasi dan berkembang, dengan semakin banyak individu yang mengidentifikasi diri sebagai transgender. Dalam konteks ini, Mufti Anam dan anggota DPR lainnya perlu memahami bahwa agama, dalam praktiknya, tidak hanya berbicara tentang hukum, tetapi juga tentang kasih sayang dan keterbukaan terhadap sesama umat manusia, tanpa memandang latar belakang atau identitas mereka.

Sebagai anggota DPR, Mufti Anam memiliki peluang untuk memperjuangkan dialog yang lebih terbuka antara pemuka agama, pemerintah, dan masyarakat terkait isu-isu gender dan agama. Isu transgender, termasuk kasus Isa Zega, seharusnya dijadikan sebagai titik awal untuk membuka ruang diskusi lebih luas mengenai penerimaan terhadap perbedaan dalam masyarakat, serta bagaimana hukum agama dapat diterapkan dengan lebih bijaksana dalam konteks sosial yang semakin kompleks.

banner 336x280
Baca Juga:  Melihat Pola Baru Politik NTB: Antara Koalisi dan Kompetisi